Tema pekerjaan idaman, pekerjaan favorit, nampaknya tidak akan pernah absen kala membicarakan dunia kerja. Sepintas, paduan dua kata ini mencerminkan pekerjaan yang sangat ingin dilakukan oleh seseorang sepanjang hidupnya, pekerjaan yang selalu membawa kebahagiaan, kepuasan batin, jika tidak 100% setidaknya 89,999%. Saat seseorang menceritakan pekerjaanya dengan mata berbinar, air muka berseri-seri, dan intonasi riang, tidak terlalu keliru jika audiens sekitar menyimpulkan ia telah mendapatkan pekerjaan idaman. Berbeda ketika kalimat yang keluar berbunyi: 'Asyik sih...tapi....'atau ...Mmmm...gitu deh, you know...job...' atau 'Ngomong yang lain aja yuk...' Alasan paling jamak adalah susahnya mendapatkan pekerjaan, apalagi pekerjaan idaman.
Sedikit 'mundur' ke belakang, saat di mana kita menginginkan, selanjutnya memutuskan memasuki satu pekerjaan. Etalase dunia kerja tidak hanya mengiklankan bonus, melainkan juga tantangan. Bahkan kalimat yang berjajar di iklan lowongan kerja adalah tantangan, tantangan dan tantangan. Kenyataannya, teori Sigmund Freud lah yang lebih berbicara: pleasure seeking. Alih-alih menerima tantangan, lebih terasa bayangan pendapatan tinggi, stabil, jenjang karir mantap, menanjak, kepuasan batin, damai. Hingga menguaplah teori keseimbangan no pain no gain, maka sayonara pada tantangan.
Stress di tempat kerja
Secara garis besar kita bisa membelah isi dunia kerja menjadi; materi dan non materi. Materi di sini merupakan objektif dari pekerjaan yang kita lakukan dengan skill teknis-profesional, sementara non materi terkait dengan interaksi sosial yang ada. Salah satu ciri khas dalam lembaga dengan orientasi profit adalah (konsekuensi) tuntutan terhadap semua pihak internal untuk terus mengembangkan diri secara skill dan pribadi. Bertolak dari rumusan ini, tugas pun akan berkembang dan menantang. Hingga tiba saatnya dahi akan lebih berkerut dan bibir mengucap 'Stress nih...'
Stress ini merupakan reaksi terhadap sekitar yang sebenarnya memiliki arah negatif atau positif. Idealnya, stress positif lah yang diharapkan selalu hadir, karena akan memacu individu untuk terus memperkaya diri dengan skill dan wawasan, mendorong pertumbuhan diri dengan pemahaman atas beragam situasi dan interaksi baru. Balutan ini yang menjadi peluru ampuh kemajuan perekonomian (perusahaan). Kondisi riilnya, stress negatif lah yang banyak bertebaran. Apakah hanya tumpukan pekerjaan dan peningkatan target yang menjadi sumber stress di tempat kerja? Stress yang sering dikenal dengan kebosanan seringkali terjadi karena pekerjaan yang telah dikuasai dengan baik dan berulang dalam kurun waktu lama secara stabil, menjadi sebuah rutinitas.
Rutinitas mengasah pisau keahlian, hingga semakin terlihat mudah, semakin tidak menantang. Meskipun sesungguhnya tidak ada yang statis, jika tugas semakin terlihat mudah, semakin banyak klien, semakin meningkat citra, semakin beragam klien yang akan datang. Namun, isu yang lebih menarik adalah pindah ke tempat kerja baru atau pindah bagian menjadi alternatif jalan keluarnya. Bagaimana jika Anda terikat kontrak sekian tahun dengan pinalti biaya pendidikan sebesar berpuluh hingga ratusan juta? Bagaimana jika masa kontrak itu masih empat tahun ke depan?
Adaptasi tempat kerja baru
Rentang waktu adaptasi juga berbeda pada satu individu dengan lainnya. Meski demikian, kisaran satu tahun bisa disebut masa adaptasi dasar untuk seorang karyawan baru 'benar-benar' menjadi bagian internal perusahaan. Dalam masa ini, seorang individu belajar mengimplementasikan skill profesional dengan takaran yang paling pas bagi lingkungan barunya, termasuk sikap dan perilaku profesional. Sebab bekerja tidak hanya tentang memenuhi kewajiban dan mengambil hak, namun mencakup juga tentang bagaimana 'hidup' di lingkungan kerja.
Adaptasi di tempat kerja baru berarti juga bagaimana bisa survive dengan bidang keahlian, komunitas profesional, fasilitas fisik kantor, struktur organisasi perusahaan, iklim atau budaya perusahaan, dan masih banyak lagi serpihan yang menyelip. Apabila perpindahan tempat kerja merupakan lanjutan mata rantai skills profesionalitas, maka setidaknya satu isu tidak asing dan berpotensi menjadi modal kuat. Selanjutnya, bagaimana dengan target yang semakin meningkat, tugas yang semakin menunpuk, klien yang semakin 'aneh', juga bos yang eksentrik?
You are not alone
Tidak aneh jika bayangan untuk segera berpindah ke tempat lain semakin hari semakin menggiurkan. Tapi, sebelum kabur dengan segala paket tidak lezat, sebaiknya sadari satu hal bahwa Anda bukan satu-satunya yang ada di tempat itu. Optimalkan interaksi sosial yang ada di sekitar!
Kepada siapa sebaiknya bertanya? Atasan langsung, rekan kerja, senior struktural, atau bagaimana? Bertanya sepertinya mudah, namun tidak sedikit yang terjebak pada kesalahpahaman komunikasi. Bagaimana kalau kita ubah menjadi dengan siapa sebaiknya berdiskusi?
Berikut catatan penting sebelum berdiskusi
karyawan yang menghadapi tantangan-tekanan kurang lebih serupa
karyawan senior yang pernah memiliki pengalaman dengan tekanan di perusahaan di tahun-tahun sebelumnya
pekerjaan merupakan bagian dari mata rantai vertikal-horisontal di perusahaan
Komunikasi yang bisa ditempuh ada dua, formal dan informal. Secara formal, Anda bisa langsung membicarakannya dengan atasan tentang pekerjaan. Nada konfirmasi, cek-re cek bisa menjadi pilihan elegan. Secara informal pun bisa dilakukan, termasuk dengan atasan langsung, dalam situasi yang lebih santai dan selipan percakapan ringan. Semangat sharing akan lebih cocok untuk setting ini. Coba untuk mendengarkan secara aktif, tidak jarang atasan atau senior akan dengan senang hati berbagi pengalaman. Harapannya, Anda akan mendapatkan insight untuk membuat solusi mandiri.
Apakah perasaan sebaiknya disimpan rapat-rapat? Dengan mendengarkan secara aktif, Anda akan bisa membaca situasi lebih tepat, termasuk untuk mengungkap perasaan atau dalam bahasa populer; curahan hati (curhat). Yang perlu digarisbawahi adalah bedakan curhat dengan mengeluh. Jebakan ini sangat tipis dan tersebar. Berdiskusi dan curhat berarti tetap mengarahkan energi positif untuk mencari solusi. Sementara mengeluh, cenderung menginginkan solusi seperti trik sulap.
Hulu ke hilir
Kepanikan tugas yang semakin menumpuk atau selipan tugas yang terlihat 'bukan' bidang atau bagian Anda, jelas stimulus stress paling subur. Agenda utama dalam berdiskusi adalah membuat peta masalah dan alternatif solusi. Usahakan untuk memiliki gambaran komprehensif tentang pekerjaan. Pemahaman ini akan membantu upaya dalam meredam stress dan kembali membangunkan semangat kontribusi sebagian bagian dari satu organisasi besar. Mungkin gambaran itu telah ada dalam briefing awal sebelum tim berjalan, namun bukan berarti Anda tidak bisa menanyakannya kembali, tentu dari sudut pandang yang lebih spesifik dan 'kaya'.
Optimalkan interaksi di kantor untuk lebih banyak mendengarkan secara aktif dalam percakapan ringan saat rehat siang, perjalanan menuju tempat klien, atau kesempatan lainnya. Saling berbagi pengalaman, akan membantu Anda untuk tidak terlalu merasa sendiri di tempat baru. Perhatikan celetukan-celetukan rekan kerja yang telah bekerja sekian tahun di tempat itu. Singkat kata, aktifkan sebanyak mungkin sistem alert diri Anda, sehingga kekentalan di otak bisa mencair. Seringkali masalah yang terlihat besar dan berat akan meleleh dalam obrolan ringan sambil menggenggam kopi hangat di pagi hari.
Semoga bermanfaat !
Kategori Organisasi Industri
Oleh : RR. Ardiningtiyas Pitaloka, M.Psi.
Sumber : www.e-psikologi.com